HUKUM DAGANG
MINGGU 6
Hubungan Antara Hukum Dagang dan
Hukum Perdata
Prof.
Subekti S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini
dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah
lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian
hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti
telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah
berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber
terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peraturan-peraturan
seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar negara baru
mulai berkembang pada abad pertengahan.
Adapun
pendapat beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara
lain adalah sebagai berikut :
a.
Prof. Sudiman Kartohadiprojo berpendapat KUHD merupakan suatu Lex Specialis
terhadap KUHS sebagai Lex Generalis. Maka sebagai Lex Specialis, kalau
andaikata dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula
dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku
b. Van
Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata, yaitu
suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata
dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal
khusus Hukum Perdata dalam arti sempit itu
c.
Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum
Dagang dengan Hukum Perdata Umum .........sekedar KUHD itu tidak khusus
menyimpang dari KUHS
d. Van
Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum
Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS
e.
Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang
istimewa
Hubungan
Antara Pengusaha dan Pembantu-Pembantunya
Pengusaha
adalah seseorang yang menjalankan perusahaan atau menyuruh menjalankan
perusahaan. Dalam menjalankan perusahannya, pengusaha dapat :
1.
Menjalankan perusahaannya sendiri
Bentuk
perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri. Umumnya
terdapat pada perusahaan perseorangan;
2.
Dilakukan dengan bantuan pekerja
Pengusaha
turut serta dalam menjalankan perusahaannya dan mempunyai dua kedudukan yaitu
sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan. Biasanya terdapat di perusahaan
besar;
3.
Menyuruh orang lain
Dalam
hal ini pengusaha menjalankan usahanya tetapi tidak ikut serta dalam
menjalankan perusahaan. Pengelolaan perusahaan dikuasakan kepada orang lain.
Orang lain yang diberi kuasa ini menjalankan perusahaan atas nama pemeri usaha.
Umumnya pemberian kuasa semacam ini terdapat pada perusahaan persekutuan,
terutama yang berbadan hukum.
Namun,
di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha, tidaklah mungkin seorang pengusaha melakukan usahanya seorang diri,
apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan
bantuan orang/pihak lain (pembantu-pembantu perusahaan) untuk membantu
melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut. Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi yaitu :
1. Membantu didalam perusahaan
·
Pelayan toko
·
Pekerjaan keliling
·
Pengurus filial
·
Pemegang prokurasi
·
Pimpinan perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
·
Agen perusahaan
·
Perusahaan perbankan
·
Pengacara
·
Notaris
·
Makelar
·
Komisioner
Hubungan
hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
1)
Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh,
yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk
menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan
diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER)
2) Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan
hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut
”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan
kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa
menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si
manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk
melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan
diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua
sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan
pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan,
yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko.
Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c
KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua
peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal
1601 c ayat (1) KUHPER.
Hubungan
pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti
pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen
perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian
pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792,
sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan
(volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen
perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga
atas nama pengusaha.
Kewajiban
Pengusaha
Pengusaha
adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut Undang-Undang, ada dua
macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan yaitu :
1.
Membuat pembukuan (sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun
1997 tentang dokumen perusahaan) dan di dalam pasal 2 Undang-Undang nomor 8
tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen
keuangan dan dokumen lainnya.
§
Dokumen keuangan terdiri dari catatan (neraca tahunan, perhitungan laba,
rekening, jurnal transaksi harian)
§
Dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang
mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan
dokumen keuangan.
2. Mendaftarkan perusahaannya (sesuai
Undang-Undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan). Dengan
adanya Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka
setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk
melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya
sejak tanggal 1 juni 1985. Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun
1982, daftar perusahaan hapus jika terjadi :
1.
Perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya;
2.Perusahaaan
yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa;
3.Perusahaan
yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan
pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Sumber
:
Neltje
F. Katuuk, 1994, Diktat Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis, Universitas Gunadarma,
Jakarta
http://waodesh.blogspot.co.id/2015/04/bab-6-hukum-dagang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar